Jumat, 07 Oktober 2011 0 komentar

Motivasi tak sekedar teori

Banyak perusahaan yang menginginkan kesuksesan dalam usahanya, dan salah satu upaya yang dilakukannya adalah memberikan motivasi untuk karyawannya agar selalu bekerja dengan maksimal. Dan umumnya perusahaan tersebut akan mengumpulkan karyawan untuk menghadiri pertemuan dengan konsultan perusahaan atau orang yang dibayar untuk memberikan motivasi kerja untuk karyawan perusahaannya.

Hal tersebut bukanlah hal yang keliru namun banyak hal yang luput dari perhitungan perusahaan tersebut dalam memberikan motivasi kerja agar karyawannya lebih semangat mencapai sukses target perusahaan dan menjadikan karyawan memiliki loyalitas tinggi pada perusahaannya.


0 komentar

Teropong Bima


Kantor Walikota Bima, nuansa Islam yang kental

Aksara Bima

Ada dua peti naskah kuno Bo Sangaji Kai. Lima tahun membaca, Siti Maryam Salahuddin bersama beberapa ahli baru bisa menyelesaikan satu kitab. Dia kemudian membuat katalogus naskah kuno Bima bersama almarhum sahabatnya, Rujiati SW Mulyadi dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia yang juga pernah menjabat Ketua Pusat Dokumentasi HB Jassin. Buku lainnya dibuat bersama ahli sejarah dari Prancis Henry Chambert Loir.


Pesona Kota Bima dari Doro Raja


Aksi demonstrasi diyakini sebagai salah satu alat untuk menyalurkan kebebasan masyarkat Bima

Makam ini terletak satu kilometer di sebelah selatan Istana Kesultanan Bima. Tepatnya di atas Bukit Dana Taraha. Terdapat makam Sultan Bima pertama yang merupakan penerima ajaran Islam pertama di Bima yakni Sultan Abdul Kahir atau raja terakhir dari Kerajaan Bima.

Penasaran ingin melihat Joki kecil tanpa pelana ? jangan ragu-ragu, kunjungilah Kabupaten Bima tepatnya di arena pacuan Kuda Panda atau saat kejuaraan Pacuan Kuda yang diselenggarakan Pemerintah Kota Bima di Arena Pacuan Kuda Kelurahan Sambinae.

Busana Rimpu merupakan busana khas masyarakat Bima dan mungkin tidak ditemukan dimanapun di belahan Bumi ini. Busana rimpu mulai tumbuh pesat pada masa kesultanan seiring dengan tuntutan syariat islam untuk menutup aurat.

Parang ini dijuluki La Nggunti Rante karena konon dapat memotong apa saja termasuk besi dan baja. Menurut Kitab BO (Kitab Kuno Kerajaan Bima) parang ini dibuat pada abad ke-14 yaitu pada masa Pemerintahan Batara Indera Bima. La Nggunti Rante merupakan Golok Pendek dengan panjang 25 cm dan lebar 10 cm.
Hadrah Rebana biasa digelar pada acara WA’A CO’I (Antar Mahar), Sunatan maupun Khataman Alqur’an. Hingga saat ini Hadrah Rebana telah berkembang pesat sampai ke seluruh pelosok.
Upacara Adat Hanta U’A Pua : atraksi budaya sambil menanti kedatangan rombongan penghulu melayu bersama rumah mahligai yang mengusung penghulu melayu, panari lenggo mone dan lenggo siwe yang akan menyampaikan Kitab Suci Alqur’an kepada Sultan Bima. Bunyi dan alunan gendong, Gong serta Serunai baru mulai tampak sesaat sebelum rombongan penghulu melayu memasuki Istana Bima.
Di batas bibir samudera Hindia membentang sebuah teluk nan elok. Teluk itu berada di sebelah selatan tanah Bima. Teluk itu bernama teluk Waworada. Pulau-pulau kecil nan elok pun membentang seperti pengawal yang tetap setia menjaga keindahan ekosistimnya. Teluk Waworada berada di kecamatan Langgudu yang berjarak lebih kurang 80 KM dari kota Bima. Di teluk ini, ribuan masyarakat Langgudu dan sekitarnya menggantungkan hidup. Berbagai jenis ikan hidup disini memberikan kehidupan bagi mahluk di sekitarnya. Di gugusan pegunungan di selatan teluk ini terdapat beberapa kampung dan desa seperti Karampi, Soro Afu, Tamandaka dan lain-lain.

Pada bulan April 1815, gunung Tambora meletus dan tercatat dalam sejarah sebagai letusan gunung terdahsyat di dunia. Prof. Heraldur Sirgudson dari Rhode Island University , USA menyebut Tambora sebagai “ Pompeii Dari Timur “. Pompeii adalah sebuah kawasan di Italia yang hancur luluh tertelan letusan dahsyat gunung Vesuvius  tahun 79 Masehi. Namun letusan Tambora dua kali lebih dahsyat dari Vesuvius. Temperatur awan panas (Wedus Gemble) tercatat 800 derajat.
Sementara Vesuvius mencapai 500 Derajat. Kini Prahara tersebut menyimpan berjuta kenangan yang terkubur bersama pasir letusannya. Berbagai temuan telah menjelaskan kepada kita yang hidup di abad ini tentang sebuah peradaban yang hilang. Disamping itu, sisa letusan Tambora kini menawarkan pesona alam yang menggugah minat para petualang untuk menjelajahinya.

Tarian Sokaberasal dari Desa Sari Kecamatan Sape Bima. Soka telah dikenal seiring dengan masuknya islam dikecamatan tersebut, menurut catatan sejarah bahwa islam masuk ke Bima melalui kecamatan sape yang dibawa oleh para mubaligh dari Gowa dan Makasar.



Sepi adalah makanan khas Bima yang terbuat dari udang rebon (anak udang yang sangat kecil yang di Bima disebut Sepi Bou). Udang rebon difermentasi dengan garam saja sehingga mengeluarkan aroma khas. Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam meramu Tumi Sepi antara lain,2 sendok makan Sepi,1 ruas jari lengkuas,1 lembar sereh,2 genggam kemangi,1 sendok makan minyak goring dan  100ml air.
Sedangkan bumbu-bumbunya harus semua diiris, antara lain, 10 butir bawang merah,5 siung bawang putih,1 buah tomat ukuran besar,7 buah belimbing sayur,5 buah cabe keriting,1-15 buah cabe rawit biarkan utuh,Garam secukupnya dan Gula pasir ½ sendok teh
Cara Membuatnya
  • Panaskan minyak, tumis semua bumbu yang sudah diiris masukkan daun sereh dan lengkuas setelah harum masukkan Sepi, garam secukupnya dan gula pasir, masukkan 100ml air,
  • aduk-aduk terus hingga matang.
  • Sebelum diangkat masukkan cabe rawit dan kemangi biarkan cabe rawit layu setelah itu angkat.
  • Siap dihidangkan dengan lalapan.
  • Cocok dihidangkan bersama sayur asam atau sayur bening.
SEPI bisa juga dikonsumsi langung tanpa dimasak terlebih dahulu. Tambahkan cabe rawit (potong-potong) dan air jeruk purut, lebih sedap bila kulit jeruk purut diiris-iris dicampurkan dengan SEPI (sebelumnya jeruk purut dimemarkan dulu untuk membuang rasa getir).Atau juga bisa dicampurkan dengan mbohi dungga (sambal parado).

Tembe merupakan barang unggulan yang dihasilkan oleh para penenun. Selain untuk diperjualkan oleh masyarakat lokal, juga menjadi salah satu jenis barang yang laris dalam perdagangan Nusantara, terutama pada era Kesultanan sampai dengan Tahun 1960-an.

Permainan anak-anak berupa kesenian biasa disebut masyarakat Mbojo dinamakan “Mpa’a Rompije Dambe To’i”

Polisi dan Densus 88 yang mengamankan aksi Teroris Pondok Pesantren Umar Bin Khatab di Bima, NTB

Tata cara berpakaian, bentuk serta warna dan seni aksesorisnya harus sesuai dengan etika dan estetika masyarakat . Pakaian harus harus diperoleh dengan cara halal,  bukan dengan cara yang dilarang oleh agama atau yang haram. Pakaian yang memenuhi persyaratan seperrti itulah yang dinilai “kani ro lombo ma ntika raso” (pakaian yang indah dan bersih) oleh masyarakat.
Ae-aena merupakan perpaduan Seni Gerak (Tari), percakapan atau Dialog (Teater) diiringi lagu Ae-aena. Pada masa lalu,permainan ini lazim dimainkan anak-anak pada waktu istirahat seusai belajar atau bekerja membantu orang tua guna menghibur hati yang gundah. Dimainkan oleh anak-anak usia antara 7-12 tahun, terdiri dari anak perempuan dan laki-laki. Lazimnya dimainkan dihalaman rumah dikala bulan purnama seusai belajar mengaji dan shalat.
Ae-aena diangkat dari judul lagu”Ae-aena” yang mengiringi dolanan Ae-aena. Aena berarti Hasna, kata Na merupakan singkatan dari Jaenab, Nurjanah atau Hasnah (nama perempuan). Nama-nama tersebut biasa disapa dengan “Na”.
Diiringi Musik Vokal (Lagu) Ae-aena yang dinyanyikan secara bergilir oleh dua kelompok pelaku.
Ae-aena
Ae aena
Wati edamu sahe nahu ( Nggak lihat Kerbau Saya ?)
Ese tolo mpada rida ( Di atas Swah Mpoda Rida )
Kadondo ma da ( Di bawah pohon kedondong)
La hama wae ( La Hama Wae )
Matutu tero wei( Yang sering Memukul Istri )
Kacaina wei( Dikiri istri
Pala wunta wau( Padahal bunga-bunga berserahkan)
Orang-orang Sambori dan suku Mbojo menyebutnya dengan Lupe. Lupe berbentuk lonjong, menutupi kepala dan badan yang berfungsi sebagai topi/payung sekaligus Jas Hujan. Yah, bisa dikatakan bahwa Lupe adalah Jas Hujan Tradisional masyarakat Sambori tempo dulu terutama di wilayah Donggo Ele yang meliputi Kuta, Teta, Sambori, dan  Kaboro. Daun pandan gunung, berdaun lebar lagi panjang, seratnya kuat tidak mudah robek. Lupe sangat cocok bagi petani peternak atau pengembala yang sedang bekerja di sawah ladang dan padang nan luas.
Pada umumnya anyaman yang bahan bakunya Daun Pandan  (Bima : Ro’o Fanda), hasil anyaman pengrajin dari Sambori dan Donggo Ele (Donggo Timur) yaitu dari Desa Kuta,  Kaboro dan Teta. Tetapi ada juga yang dianyam oleh masyarakat Mbojo yang bertempat tinggal di daerah dataran tinggi, seperti Desa Lela Mase (Kec. Rasanae Timur Kota Bima), dan beberapa desa di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima. Pohon pandan dalam berbagai jenis bisa tumbuh subur di daerah Bima dan Dompu. Sebab itu persediaan bahan  baku untuk anyaman daun pandan tidak ada masalah.
oro Wamba merupakan salah satu Obyek Wisata yang berada di Kecamatan Sape tepatnya di Desa Lamere, dan berjarak 2 km dari pemukiman masyarakat lokal, dengan jarak lebih kurang 6 km dari Ibu Kota Kecamatan Sape. Obyek ini dapat dijangkau oleh kendaraan bermotor baik roda empat maupun roda dua.
Toro Wamba menyajikan khas sajian alam daerah tropis yaitu pantai dengan air yang jernih dengan hamparan pasir putih, kemudian berbagai macam aktivitas yang dapat di laksanakan oleh wisatawan seperti berenang, snorkling, diving, memancing, berjemur serta bersantai. Toro Wamba juga menyediakan akomodasi (penginapan) yang berartistik lokal yang dapat dijangkau serta dikelola langsung oleh masyarakat setempat.

Pesisir utara Bima memang menyimpan pesona alam cukup banyak. Teluk-Teluk kecil di sepanjang Ambalawi dan Wera adalah lukisan keindahan alam yang tiada bandingannya. Menyusuri wilayah ini adalah petualangan yang mengasyikkan. Kicau burung, desir ombak, semilir angin  pantai nan lembut, dan keramahtamahan penduduknya adalah nyanyian dan sapaan alam penghibur jiwa.
Pantai Ujung Kalate yang membentang dari So Spui hingga So Fanda di dusun Ujung Kalate Desa Nipa kecamatan Ambalawi menawarkan pesona dan keindahan alam yang masih asri dan alami. Pantai ini terletak di kilometer dua hingga kilometer Empat di jalan lintas Nipa-Kolo. Hamparan pasir putih yang berpadu dengan sejuknya semilir angin dari pegunungan di sekitarnya adalah pilihan tepat bagi setiap orang untuk berwisata di tempat ini. So Spui ini dihuni oleh orang-orang dari dusun Ujung Kalate sekitar 20 KK. Demikian pula dengan di So Fanda yang berjarak lebih kurang dua kilometer dari So Spui ini juga dihuni oleh warga dari dusun Ujung Kalate.

Potensi wisata yang satu ini merupakan potensi wisata yang sangat unik dan langka di temukan di wilayah nusantara. Mata air Oi Tampuro merupakan obyek wisata sumber mata air yang sangat jernih dan debit air yang cukup besar, sehingga memebrikan nuansa yang berbeda pada obyek wisata ini bagaikan muara di tengah padang gersang yang mampu memberikan kasejukan dan kesegaran alami. Mata air  Tampuro jaraknya kurang lebih 100 km dari Ibukota Kabupaten Bima dan 15 km dari Ibukota Kecamatan Sanggar, Lokasi yang sangat strategis dan dapat dijangkau dengan kendaraan bermotor baik roda 2 (dua) maupun roda 4 (empat) bdengan jarak tempuh kurang lebih 3 jam.

Museum Asi Mbojo bukan hanya saksi sejarah Bima, lebih dari itu ia menyimpan cerita panjang temali benang merah peradaban masyarakat Bima dari masa kesultanan Bima hingga kini. Arsitektur bangunan Museum Asi Mbojo merupakan perpaduan khas Bima dan Belanda. Bangunan kokoh dan menjulang itu terdiri dua lantai dan menempati areal tidak kurang dari lima are.
Asi Mbojo berarti Istana Bima. Istana itu dibangun pada 1927 dan resmi menjadi istana kasultanan Bima pada 1929. Bangunan istana diapit oleh dua pintu gerbang di sisi barat dan timur. Tata letak Asi Mbojo tidak jauh berbeda dengan istana lain di Tanah Air. Istana menghadap ke barat dan di depannya terdapat tanah lapang atau alun-alun bernama Serasuba.
Di tempat itulah konon raja tampil secara terbuka di depan rakyat di saat-saat tertentu, misalnya saat diselenggarakan upacara-upacara penting atau perayaan hari besar keagamaan. Serasuba juga menjadi arena latihan pasukan kesultanan.

eluk Bima yang membentang mulai dari Lewa Mori, Kalaki, Oi Niu, Panda, Lawata, Ama Hami hingga Kolo dan sebagian kecamatan Soromandi dan Bolo di sebelah Baratnya sesungguhnya menyimpan potensi yang luar biasa. Teluk ini adalah harta karun yang berlum tergali dan mutiara yang terpendam.  Teluk ini bisa dimanfaatkan untuk wisata bahari, budidaya rumput laut, olahraga dayung, olahraga mancing, olahraga Jetskee, wisata pantai, dan lain-lain kegiatan. Di tengah teluk ini ada sebuah pulau kecil yang disebut Nisa To’i atau juga dikenal dengan Pulau Kambing.  Dinamakan pulau kambing, konon pada zaman dahulu, pulau kecil ini merupakan tempat pelepasan kambing raja atau sultan Bima. Masyarakat Mbojo menyebut juga pulau kecil di tengah teluk Bima ini dengan Nisa. Dalam Bahasa Mbojo Nisa adalah pulau. Orang-orang Donggo di sebelah barat teluk Bima menyebutnya dengan Nisa To’i. Nisa (Pulau) ini menyimpan kenangan dan romantika sejarah Bima yang akan senantiasa dikenang sepanjang masa. Pada zaman penjajahan, Pemerintah Kolonial Belanda mendiriikan tempat pengisian bahan bakar sehingga sampai saat ini masih terdapat tangki minyak peninggalan zaman perang dunia kedua tersebut.

ari puncak Gunung Tambora, pandangan mata  lebih leluasa memandang kawah, padang pasir, samudra lautan, dan Pulau Satonda. Pulau Satonda sangat indah dengan pemandangannya yang masih alami, di tengah-tengah pulau tersebut terdapat danau yang jernih dan dikelilingi oleh tebing-tebing dari perbukitan yang masih alami. Pulau Satonda dengan ketinggian antara 0 sampai 300 meter di atas permukaan laut merupakan taman rekreasi (recreation park) dengan wilayah seluas 1.000 Ha mempunyai ciri-cirinya yang unik.
Asa Kota yang indah adalah laut sempit yang menjadi satu-satunya pintu masuk di teluk Bima. Asa Dalam Bahasa Bima berarti Mulut. Kota berarti Kota. Jadi Asa kota adalah mulut Kota yang menjadi penghubung Bima dengan negeri-negeri lainnya. Mendayung di antara ketenangan laut Asa Kota yang dibalut panorama indah di sekelilingnya sungguh menakjubkan.
BAWANG MERAH merupakan komoditi andalan Kabupaten Bima dan ditanam pada beberapa wilayah kecamatan, diantaranya  Kecamatan Belo, Monta, Sape, Lambu, Ambalawi dan Wera, dengan luas area potensial pengembangan  mencapai 7.227 Ha.  Hasil produksi mencapai 87.868 ton per tahun dengan luas areal 7.227 ha (BPS, 2008).
Hasil bawang telah memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap pendapatan masyarakat. Bawang telah diekspor keluar daerah, seperti Bali, Jawa, Makassar dan Banjarmasin.
Bawang Keta Monca saat ini telah menjadi komoditi unggul nasional. Pemerintah Pusat melalui Departemen Pertanian telah mengembangkan varietas ini  di berbagai wilayah seperti di Pamekasan Madura dan Palu Sulawesi Tenggara

Sumber Info : http://alanmalingi.wordpress.com/,dll
0 komentar

Peneliti Ungkap Asal Mula "Karang Taliwang"

NTB, KOMPAS.com--

Peneliti kebudayaan dan sejarah Sumbawa dan Sumbawa Barat mengungkapkan hasil risetnya terkait dengan asal muasal sejarah hadirnya ’Karang Taliwang’ di Kecamatan Cakra Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Ketua lembaga Kesenian Masyarakat Sambawa dan Samawa Ano Rawi (Kemas Samwi), M. Pathi, mengemukakan, Karang Taliwang yang berada di Pulau Lombok memiliki kaitan erat dengan keturunan kerajaan Taliwang Tengah Dalam (Sumbawa Barat) yang berdiri sekitar abad ke-13.
Hasil riset pihaknya sejak lima tahun terakhir menemukan berbagai referensi sumber sejarah dari beberapa pecahan kitab ’Negara Kertagama’ karangan Empu Prapanca semasa berdirinya Kerajaan Majapahit.
"Ketika itu, kekuasaan Majapahit meliputi hampir seluruh kawasan nusantara, tidak terkecuali di Sumbawa. Kerajaan Taliwang Tengah Dalam menurut catatan kitab itu adalah kerajaan pertama berdiri di Tanah Samawa sebelum kesultanan Sumbawa pada abad ke-17," katanya.
Sejarah Karang Taliwang dikisahkan juga dalam buku yang ditulis dari Lalu Manca (penulis sejarah keturunan raja Taliwang). Buku yang terdiri atas kumpulan tulisan dari pelepah daun ’jontal’ (daun lontar) itu konon masih disimpan keturunan raja Taliwang.
Di sana dikisahkan, antara abad ke-14 hingga 17 terjadi peperangan antara Kerajaan Karang Asam (Bali) dengan Kerajaan Selaparang (Pulau Lombok).
Pertempuran itu pecah akibat pelarian putra mahkota Raja Karang Asam ke tanah Selaparang, akibat pelanggaran adat keras. Pelarian itu dibuntuti oleh sepasukan tentara Kerajaan Karang Asam hingga ke Selaparang.
"Intinya, raja Karang Asam meminta putranya kembali untuk mempertanggungjawabkan pelanggaran adat yang dilakukan. Namun sang putra (nama belum diketahui) berniat meminta suaka kepada Kerajaan Selaparang. Raja Karang Asam tidak terima tindakan itu, dan lantas   mengumumkan perang," katanya.
Dalam catatan selanjutnya, diketahui bahwa Kerajaan Selaparang dan Kerajaan Taliwang memiliki satu garis keturunan dengan kerajaan Banjar di Kalimantan.
Merasa bersaudara. Kerajaan Taliwang mengirimkan pasukan yang terdiri atas pria-pria sakti ke medan pertempuran. Pasukan Kerajaan Taliwang pun bergabung dengan pasukan Kerajaan Selaparang di suatau wilayah, di mana pasukan dua kerajaan ini membangun markas yang berhadapan langsung dengan pasukan Karang Asam.
"Kami meneliti dan berdasarkan beberapa sumber sejarah. Para kesatria Kerajaan Taliwang memberi nama zona pertemupuran itu sebagai Karang Taliwang. Makanya hingga kini, bahasa Taliwang (Sumbawa Barat) dan Karang Taliwang (Lombok) sama," ujarnya.
Pathi menjelaskan, penduduk Taliwang sekarang yang mendiami pusat kota Kabupaten Sumbawa Barat pada awalnya didominasi oleh etnis Bugis Makassar. Bahkan raja-raja Taliwang saat itu berasal dari keturunan Bugis Makassar. Namun seiring dengan perkembangan politik pada saat itu, dominasi keturun Bugis pun tidak bertahan lama.
Keturunan Bugis (daeng) diganti oleh keturunan Raja Banjar yang bergelar Pangeran atau Gusti. Bahkan dikatakan bahwa keturunan raja Banjarlah yang meneruskan sultan-sulatn Sumbawa sampai ke dinasti terakhir.
Kerajaan Taliwang merupakan kerajaan yang besar di wilayah Sumbawa dan Nusa Tenggara. Itu dapat dilihat dari keterangan yang ditulis Empu Prapanca melalui kitabnya Nagara Kertagama.
Pada kitab itu, Kerajaan Taliwang termaktub pada syair 14 dan 15. Bahwa Kerajaan Taliwang termasuk dalam susunan daerah ’Yang Delapan’.
Wilayahnya meliputi bagian kelima, dengan susunan, sebelah timur Jawa, seluruh Nusa Tenggara sebagai berikut. Bali (Bedulu), Lua Gaja, Gurun (Nusa Penida) baru masuk urutan kelima Taliwang, Sumbawa, Dompu, Sapi (Sape), Sangyang Api (Gunung Api), Seram (Seran), Hutan (Utan), Kedali (Buru), Gurun (Gorong), Lombok Mira (Lombok Barat), Saksak (Lombok Timur), Sumbawa dan Timor.
Sumber :
ANT
0 komentar

Susu Kuda Liar Sumbawa

Ada banyak susu hewan yang layak dan sudah popular untuk dikonsumsi oleh masyarakat, baik karena khasiatnya ataupun karena rasanya yang enak. Khalayak umum telah mengenal susu sapi, susu kambing, susu kuda liar ataupun jenis lain yang belum banyak dikenal akan coba kita ulas.

Susu Kuda Liar

Kuda yang hidup secara ekstensif atau dibiarkan secara liar dia alam seperti khususnya di pulan Sumbawa lah yang pada tahun 1998 yang lalu mulai dikenal oleh khalayak umum untuk dikonsumsi susunya karena khasiatnya.

Susu kuda liar dari Pulau Sumbawa tersebut menjadi popular karena khasiatnya banyak diekspos oleh media, hal tersebut tak lepas dari hasil dari penyelidikan Dr. Drh. Diana Hermawati. MSi, berkat susu kuda liar asal pulau Sumbawa ini pula ia mendapat gelar Doktor dari Fakultas Pascasarjana IPB tahun 2005 silam.

Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa keistimewaan susu kuda liar Sumbawa, tidak mengalami penggumpalan dan kerusakan meskipun tidak dipasteurisasi dan tanpa diberi bahan pengawet apapun.

Hebatnya susu kuda liar ini dapat disimpan dalam suhu kamar sampai 5 bulan. Karena hal inilah dapat disimpulkan bahwa dalam susu kuda liar asal Sumbawa tersebut terdapat zat yang bisa menghambat tumbuhnya bakteri. Zat tersebut berupa senyawa anti mikroba alami.



Khasiat susu kuda liar asal Sumbawa ini bisa dirasakan hanya dengan mengkonsumsi 25-5cc setiap hari, bisa sekali atau dua kal.

Efek dari susu kuda liar ini sangat baik untuk kesehatan saluran pencernaan, hal ini disebabkan susu kuda liar ini banyak mengandung prebiotik alami. Hanya dengan dosis yang dianjurkan atau sebanyak 50cc, maka prebiotiknya sudah dapat secara optimal menekan jumlah bakteri jahat yang terdapat dalam saluran pencernaan, berbagai penyakit yang muncuk pada saluran pencernaan seperti tifus, kolera, disentri juga TBC, Leukimia dan Tumor . Susu ini juga dapat menjaga kebugaran tubuh, memperbaiki stamina yang loyo

Sebelumnya peredaran susu kuda liar asal Sumbawa sempat dilarang oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) karena dinilai promosi susu ini bersifat menyesatkan dan khasiatnya meragukan karena belum diuji coba secara klinis. Namun semua itu kini terbantahkan berkat penelitian Diana

Bahkan di rusia sudah sejak tahun 1962 susu kuda liar dipakai di banyak rumah sakit – rumah sakit di daerah Samara, Moskwa, Leningrad, Volinsk, jika dihitung sudah ada sebanyak 23 rumah sakit di Rusia yang memanfaatkan Susu kuda liar. Susu kuda liar di rusia di olah menjadi Koumis yangd igunakan untuk Koumis therapy yang digunakan untuk mengobat penyakit penyakit seperti tuberculosis (TBC), saluran pencernaan, avitaminosis, anemia (lesu darah), penyakit kardiovaskuler, lever dan ginjal.



Masyarakat meyakini bahwa susu kuda Sumbawa mempunyai khasiat dapat mengobati bermacam-macam penyakit namun demikian khasiat tersebut belum berdasarkan pada hasil penelitian. Lebih lanjut, masyarakat yang mengkonsumsi susu kuda Sumbawa yakin khasiatnya dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti kanker, tuberkulosis paru-paru, saluran kencing, anemia, saluran pencernaan dan jenis penyakit lainnya yang tidak dapat ditanggulangi oleh dokter, sehingga oleh masyarakat sering disebut sebagai ‘obat dewa’.





Di lain pihak ada sebagian masyarakat yang menyangsikan khasiat susu kuda Sumbawa sebagai obat, sebagaimana dikutip dari pemberitaan beberapa media masa. Sementara, hasil pengujian di Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di beberapa daerah menunjukkan bahwa susu kuda Sumbawa bersifat asam dengan, pH 3-4, tidak mengandung bakteri patogen, bahan pengawet maupun bahan yang membahayakan, serta nilai gizinya baik dan kadar lemaknya rendah, yaitu 0,97%.

Kalo sudah soal khasiatnya, tentu saja setiap produk itu ada efek sampingnya.

Menurut cerita konsumen yang sudah sering mengkonsumsi susu ini, ada efek sampingnya , hal tersebut terjadi karena kondisi perut konsumen tersebut tidak cocok dengan susu, atau tidak dapat menerima susu pada umumnya.



Reaksi awal biasanya terjadi 2 – 3 jam setelah mengkonsumsi, pada penderita penyakit jantung dan paru paru, dada akan terasa sesak dan panas, namun efek yang demikian tersebut tidaklah lama, hal tersebut terjadi karena proses yang terjadi dalam tubuh, dimana susu kuda liar Sumbawa tersebut memerangi penyakit yang ada.

Susu kuda yang telah difermentasi diberitakan khasiatnya lebih baik daripada yang segar. Fermentasi yang terjadi juga sagantlah baik, karena fermentasi tersebut terjadi tanpa menambahkan bahan2 apapun dari luar. Terjadi alami saja.

Baik juga untuk mengurangi rasa asamnya, susu kuda liar ini ditambahkan madu untuk mengkonsumsinya. Bisa juga ditambahkan madu arab yang juga sangat berkhasiat .

Pada penderita Maag, sebaiknya mengkonsumsi susu kuda liar ini setelah makan dan dikonsumsi 2x sehari.

Menurut peneliti utama pada Puslitbang Gizi Depkes RI Dr Hermana MSc APU, susu kuda, termasuk susu kuda Sumbawa, lebih cocok dikonsumsi bayi, karena komposisi kandungan gizinya sangat mendekati air susu ibu (ASI).

Dosen tamu di Institut Peranian Bogor ini menjelaskan kadar casein, laktosa, lemak, protein, dan mineral, serta komposisi asam lemaknya pun terdiri dari asam lemak rantai pendek yang mudah diserap.

Jika dilihat dari komposisinya maka susu kuda liar ini tidaklah berbeda dengan susus jenis lain, namun menurut laporan FAO komposisi kadar gizi yang ada dalam susu kuda liar ini mendekati atau mirip dengan ASI, jika dibandingkan dengan susu sapi segar yang tidak cocok untuk dikonsumsi oleh bayi. Kandungan casein yang tinggi pada susu sapi segar akan menggumpal dan susah dicerna pada saluran pencernaan bayi.

Proses fermentasi yang terjadi pada susu kuda liar, adalah mengubah laktosa menjadi asam . hal tersebut membantu melancarkan pencernaan, proses fermentasi juga berfungsi untuk menghindari penggumpalan protein.
0 komentar

Indonesia Paling Pesat Akses Mobile Internet Di Asia Tenggara:

by Nielsen
11 Juli 2011
Jakarta, Indonesia

Hampir setengah dari semua pengguna internet Indonesia mengakses internet melalui ponsel mereka dan jumlah ini akan meningkat, sebagai jumlah yang lebih signifikan berniat untuk menggunakan perangkat ini untuk mendapatkan online dalam 12 bulan ke depan, menurut sebuah laporan yang dirilis hari ini oleh wawasan global yang dan pengukuran perusahaan, Nielsen

Laporan, sebuah rilis pra-data dari perdana Nielsen Konsumen Asia Tenggara * Digital Laporan yang akan tersedia di 30 September, menemukan bahwa 48 persen pengguna internet biasa di Indonesia menggunakan ponsel untuk mengakses Internet menjadikan Indonesia sebagai pasar yang paling bergantung di negara SEA pada bentuk akses internet (lihat grafik 1). Tren ini akan terus berlanjut, dengan 53 persen pengguna internet Indonesia menunjukkan mereka akan mengakses internet melalui ponsel mereka dan 30 persen melalui perangkat genggam Internet yang mampu dalam 12 bulan ke depan.

"Internet perangkat tangan yang mampu memegang seperti ponsel dan tablet menawarkan akses mudah ke Internet untuk banyak orang Indonesia tanpa harus bergantung pada ketersediaan layanan broadband kecepatan tinggi di rumah mereka," mengamati Irawati Pratignyo, Managing Director Nielsen Media divisi di Indonesia . "Tentu saja kita melihat semua titik indikator menuju pertumbuhan yang signifikan dalam akses internet melalui perangkat mobile dan handheld selama 12 bulan berikutnya dan seterusnya."

Meskipun penggunaan mobile Internet di Indonesia cukup tinggi, secara keseluruhan, negara yang memiliki tingkat terendah penetrasi internet di Asia Tenggara (SEA) dan konsumen Indonesia akan online lebih jarang daripada sesama konsumen SEA. Hanya satu dari lima warga Indonesia berusia 15 + (21%) menggunakan Internet, 17 poin persentase lebih rendah daripada rata-rata SEA regional 38 persen dan 46 poin lebih rendah daripada Singapura (67%), yang memiliki tingkat penetrasi internet tertinggi (lihat grafik 2). Penetrasi Internet di Indonesia adalah terendah di antara mereka yang berusia 50 + di mana hanya satu persen dari konsumen sedang online.

Untuk mayoritas pengguna internet Indonesia (66%), kafe Internet adalah lokasi yang paling populer untuk mengakses Internet, yang berbeda dengan mayoritas pasar SEA mana akses internet paling umum dari rumah (67%). Sebagian besar konsumen Indonesia digital (46%) juga mengakses Internet dari tempat-tempat lain seperti ponsel dan lainnya portabel internet-perangkat yang mampu (lihat grafik 3).

"Lokasi di mana konsumen mengakses internet sebagian besar mencerminkan akses mereka ke komputer dan koneksi Internet kecepatan tinggi di rumah," negara Irawati. "Di pasar seperti Singapura, ketersediaan infrastruktur Internet dan rencana harga telah memfasilitasi penetrasi internet lebih tinggi dan penggunaan rumah. Sebagai perbandingan, konsumen Indonesia memiliki kebutuhan lebih besar untuk mencari jalan lain dari akses Internet. "

Bagan 1: penggunaan Mobile Internet


Bagan 2: Asia Tenggara penetrasi internet

Bagan 3: lokasi paling populer untuk mengakses Internet

* Data dan komentar yang terkandung dalam siaran pers ini diambil dari rilis pra-khusus Laporan perdana Nielsen Konsumen Asia Tenggara digital Nielsen adalah memulai studi wilayah-macam perilaku dan sikap konsumen digital di respon dengan cara yang online. media cepat menjadi media utama di Asia Tenggara (Indonesia, Filipina, Malaysia, Vietnam, Singapura dan Thailand). Dengan demikian, pengiklan, penerbit dan agen perlu metrik dan berwawasan saat ini yang menjadi dasar keputusan mereka tentang cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan pasar dan harapan ketika datang untuk pengiriman konten online.



Ingin tahu lebih banyak? Highlights dari itu Nielsen

Tenggara Asia Digital Laporan Konsumen akan dirilis melalui Twitter atas kedatangan bulan.

Ikuti kami di Twitter (# nielsenapac) untuk menjadi yang pertama untuk mendapatkan wawasan laporan ini .
Minggu, 07 Agustus 2011 0 komentar

Sejarah Kesultanan Bima


Siapa yang tidak mengenal Bima? Persona yang satu ini sangat terkenal dalam dunia pewayangan sebagai salah satu keluarga Pandawa. Sifanya kasar dan keras, namun teguh dalam pendirian serta tidak mudah mencurigai orang lain. Namun, adakah yang mengenal daerah Bima yang terletak di ujung timur Pulau Sumbawa?


Mari saya perkenalkan tentang daerah saya yang bernama Bima yang sampai saat ini masih dipertanyakan, kata “Bima” sendiri berasal dari mana? Karena nama asli daerah saya adalah “Mbojo”, yang berasal dari kata “babuju” atau tidak rata, sebagai gambaran daerah Bima yang dipenuhi gunung dan bukit. Bila merunut legenda dan dipercayai hingga kini, “Bima” berasal dari nama raja pertama, Sang Bima. Ada juga yang mengatakan bahwa Bima berasal kata dari “bismillaahirrohmaanirrohiim”, merunut budaya Bima yang sejak manjadi Kesultanan Bima sungguh sangat Islami.

Orang Bima dan Dou Mbojo

Salah satu keunikan yang mungkin tidak ada di Indonesia, Bima sendiri merupakan bahasa Indonesia dari Mbojo (ini secara sederhana saja). Bila kita menggunakan bahasa Indonesia, kalimat “orang Bima” adalah yang paling tepat, bukan “orang Mbojo”. Begitu pun sebaliknya, bukan “dou Bima”, melainkan “dou Mbojo”. Intinya, saat kita menggunakan bahasa Indonesia, untuk merujuk “Bima”, kita harus tetap menggunakan kata “Bima”. Namun bila kita menggunakan bahasa daerah Bima, untuk merujuk”Bima”, kata yang tepat adalah “Mbojo”. Are you dong?

Tipikal orang Bima sendiri sepertinya mirip dengan Sang Bima dari Pandawa; keras, kasar, dan tegas. Tidak ada yang namanya pakewuh, dan selal mengungkapkan apa yang ada di pikirannya, suka atau tidak suka. Namun, “pengelompokan” tipikal seperti ini akhirnya membuat orang Bima sendiri terperangkap dalam sebuah pemikiran bahwa Bima memang kesar dan kasar sehingga memicu sebuah pembenaran untuk melakukan tindak anarkis.

Legenda, City-State, dan Sang Bima

Menurut Kitab Bo’, kitab sejarah Kesultanan Bima, pada awalnya Bima terdiri dari beberapa daerah yang masing-masing diketuai oleh pemimpin yang disebut Ncuhi. Setiap daerah menamakan dirinya sebagai bagian dari Bima, meski pun pada kenyataannya tidak ada pemimpin tunggal yang menguasai kepemerintahan tanah Bima.

Hal ini mengingatkan saya pada sistem pemerintahan yang berkembang di Yunani, city-state. Bedanya, para Ncuhi tidak bergerak sendiri-sendiri, melainkan selalu berkumpul untuk memusyawarahkan apa saja yang dibutuhkan bagi perkembangan tanah Bima serta agar tidak terjadi perang saudara di antara daerah-daerah yang dipimpinnya.

Hingga satu ketika, menurut legenda yang tertulis dalam Kitab Bo’, datanglah seorang pengembara dari Jawa bernama Bima, seorang Pandawa yang melarikan diri dari pemberontakan di Majapahit ketika itu. Sang Bima pertama kali berlabuh di Pulau Satonda (silahkan googling tentang pulau ini. Anda akan tahu bagaimana indahnya) dan akhirnya menikah dengan seorang puteri di sekitar wilayah itu. Mengetahui akan hal ini, para Ncuhi akhirnya memutuskan untuk menawarkan posisi sebagai Raja Bima bagi Sang Bima. Sang Bima menerima, namun beliau tidak segera memimpin karena akan segera kembali ke Majapahit. Beliau kemudian menawarkan anaknya nanti yang akan memimpin Bima. Para Ncuhi menerima dan menanti kedatangan anak Sang Bima untuk memimpin mereka.

Kisah awal mula Bima sampai sekarang masih simpang siur, karena satu-satunya dokumen sejarah yang masih ada hanyalah Kitab Bo’, yang seperti kita-kitab lainnya dari zaman itu, penuh dengan percampuran legenda serta hal-hal gaib serta lebay untuk memberi kesan bahwa pemimpinnya adalah seorang yang hebat, sakti mandraguna. Namun menurut saya sendiri, Bima, sebagai salah satu wilayah kekuasaan Majapahit, tentu sangat dekat hubungannya dengan orang-orang Jawa. Sebagai daerah yang mempunyai teluk teraman dan juga menjadi salah satu dari segitiga lumbung padi Indonsia Timur bersama Gowa dan Ternate, hubungan dagang dengan orang daerah lain sangatlah sering. Dalam hal budaya, khususnya bahasa yang digunakan saat itu, sangatlah mirip dengan bahasa Jawa Kuno.

Pengaruh Majapahit dan Kerajaan Misterius

Raja pertama Bima mempunyai hubungan kekeluargaan dengan orang Jawa, setidaknya menerima pengaruh yang sangat lama oleh kebudayaan Jawa, khususnya Majapahit. Ini dibuktikan dengan kemiripan bahasa kuno yang dipakai oleh kedua daerah serta berkembangnya agama dan budaya Hindu dari Majapahit, yang akhirnya musnah tergantikan oleh kebudayaan Islam. Ketika pemerintahan masih dipimpin oleh para Ncuhi dalam sistem “semacam” city-state, sistem kepercayaannya merupakan animisme-dinamisme. Sistem ini akhirnya berubah ketika dibentuk sebuah kerajaan, kebudayaan Hindu masuk, ditandai dengan adanya sebuah kuil sebagai tempat upacara pengangkatan raja. Selain itu, menurut seorang dosen, sistem kerajaan di Indonesia dibawa oleh kebudayaan Hindu, dan sistem kerajaan yang ada di Bima bisa dipastikan dibawa oleh orang Hindu yang berasal dari Jawa (Majapahit).

Tapi pemikiran ini sendiri bisa dibantah. Sebuah artikel yang pernah saya baca mengatakan, jauh sebelum Kerajaan Bima terbentuk, terdapat sebuah kerajaan bernama Kerajaan Kalepe yang mendiami daerah pedalaman Bima yang kemudian hancur oleh pemberontakan para Ncuhi. Rakyat kerajaan ini kemudian menyebar, melarikan diri, dan puing-puing istana kerajaan kuno ini masih ada sampai sekarang.

Pertanyaannya, menurut teori, sistem kerajaan dibawa oleh orang Hindu. Apakah Kerajaan Kalepe menganut agama Hindu, siapa yang menyebarkannya hingga ke pedalaman, mengapa para Ncuhi masih menganut animisme-dinamisme, inikah inti dari pemberontakan Ncuhi? Banyak pertanyaan yang masih harus dikuak sebelum menentukan sejarah Bima yang sesungguhnya, terutama mengenai Kerajaan Kalepe yang masih dianggap sebagai kerajaan pertama di Bima yang saat itu terbesar di Pulau Sumbawa dan daerah kekuasaannya hingga mencapai Manggarai di NTT.
Dari hasil penelitian sejarah, Kabupaten Bima berdiri pada tanggal 5 Juli 1640 M, ketika Sultan Abdul Kahir dinobatkan sebagai Sultan Bima I yang menjalankan Pemerintahan berdasarkan Syariat Islam. Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Bima yang diperingati setiap tahun.

Bukti-bukti sejarah kepurbakalaan yang ditemukan di Kabupaten Bima seperti Wadu Pa’a, Wadu Nocu, Wadu Tunti (batu bertulis) di dusun Padende Kecamatan Donggo menunjukkan bahwa daerah ini sudah lama dihuni manusia.

Dalam sejarah kebudayaan penduduk Indonesia terbagi atas bangsa Melayu Purba dan bangsa Melayu baru. Demikian pula halnya dengan penduduk yang mendiami Daerah Kabupaten Bima, mereka yang menyebut dirinya Dou Mbojo, Dou Donggo yang mendiami kawasan pesisir pantai.

Disamping penduduk asli, juga terdapat penduduk pendatang yang berasal dari Sulawesi Selatan, Jawa, Madura, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Maluku.

Dalam sejarah Bima disebutkan bahwa kerajaan Bima dahulu terpecah –pecah dalam kelompok-kelompok kecil yang masing-masing dipimpin oleh Ncuhi. Ada lima Ncuhi yang menguasai lima wilayah yaitu :
1. Ncuhi Dara, memegang kekuasaan wilayah Bima Tengah
2. Ncuhi Parewa, memegang kekuasaan wilayah Bima Selatan
3. Ncuhi Padolo, memegang kekuasaan wilayah Bima Barat
4. Ncuhi Banggapupa, memegang kekuasaan wilayah Bima Utara
5. Ncuhi Dorowani, memegang kekuasaan wilayah Bima Timur.

Kelima Ncuhi ini hidup berdampingan secara damai, saling hormat menghormati dan selalu mengadakan musyawarah mufakat bila ada sesuatu yang menyangkut kepentingan bersama. Dari kelima Ncuhi tersebut, yang bertindak selaku pemimpin dari Ncuhi lainnya adalah Ncuhi Dara.

Pada masa-masa berikutnya, para Ncuhi ini dipersatukan oleh seorang utusan yang berasal dari Jawa. Menurut legenda yang dipercaya secara turun temurun oleh masyarakat Bima. Cikal bakal Kerajaan Bima adalah Maharaja Pandu Dewata yang mempunyai 5 orang putra yaitu :
1. Darmawangsa
2. Sang Bima
3. Sang Arjuna
4. Sang Kula
5. Sang Dewa.

Salah seorang dari lima bersaudara ini yakni Sang Bima berlayar ke arah timur dan mendarat disebuah pulau kecil disebelah utara Kecamatan Sanggar yang bernama Satonda.

Sang Bima inilah yang mempersatukan kelima Ncuhi dalam satu kerajaan yakni Kerajaan Bima, dan Sang Bima sebagai raja pertama bergelar Sangaji. Sejak saat itulah Bima menjadi sebuah kerajaan yang berdasarkan Hadat, dan saat itu pulalah Hadat Kerajaan Bima ditetapkan berlaku bagi seluruh rakyat tanpa kecuali. Hadat ini berlaku terus menerus dan mengalami perubahan pada masa pemerintahan raja Ma Wa’a Bilmana.

Setelah menanamkan sendi-sendi dasar pemerintahan berdasarkan Hadat, Sang Bima meninggalkan Kerajaan Bima menuju timur, tahta kerajaan selanjutnya diserahkan kepada Ncuhi Dara hingga putra Sang Bima yang bernama Indra Zamrud sebagai pewaris tahta datang kembali ke Bima pada abad XIV/ XV.

Beberapa perubahan Pemerintahan yang semula berdasarkan Hadat ketika pemerintahan Raja Ma Wa’a Bilmana adalah :
- Istilah Tureli Nggampo diganti dengan istilah Raja Bicara.
- Tahta Kerajaan yang seharusnya diduduki oleh garis lurus keturunan raja sempat diduduki oleh yang bukan garis lurus keturunan raja. Perubahan yang melanggar Hadat ini terjadi dengan diangkatnya adik kandung Raja Ma Wa’a Bilmana yaitu Manggampo Donggo yang menjabat Raja Bicara untuk menduduki tahta kerajaan. Pada saat pengukuhan Manggampo Donggo sebagai raja dilakukan dengan sumpah bahwa keturunannya tetap sebagai Raja sementara keturunan Raja Ma Wa’a Bilmana sebagai Raja Bicara.
Kebijaksanaan ini dilakukan Raja Ma Wa’a Bilmana karena keadaan rakyat pada saat itu sangat memprihatinkan, kemiskinan merajalela, perampokan dimana-mana sehingga rakyat sangat menderita. Keadaan yang memprihatinkan ini hanya bisa di atasi oleh Raja Bicara. Akan tetapi karena berbagai kekacauan tersebut tidak mampu juga diatasi oleh Manggampo Donggo akhirnya tahta kerajaan kembali di ambil alih oleh Raja Ma Wa’a Bilmana.

Kira-kira pada awal abad ke XVI Kerajaan Bima mendapat pengaruh Islam dengan raja pertamanya Sultan Abdul Kahir yang penobatannya tanggal 5 Juli tahun 1640 M. Pada masa ini susunan dan penyelenggaraan pemerintahan disesuaikan dengan tata pemerintahan Kerajaan Goa yang memberi pengaruh besar terhadap masuknya Agama Islam di Bima. Gelar Ncuhi diganti menjadi Galarang (Kepala Desa). Struktur Pemerintahan diganti berdasarkan Majelis Hadat yang terdiri atas unsur Hadat, unsur Sara dan Majelis Hukum yang mengemban tugas pelaksanaan hukum Islam. Dalam penyelenggaraan pemerintahan ini Sultan dibantu Oleh :
1. Majelis Tureli ( Dewan Menteri ) yang terdiri dari Tureli Bolo, Woha, Belo, Sakuru, Parado dan Tureli Donggo yang dipimpin oleh Tureli Nggampo/ Raja Bicara.
2. Majelis Hadat yang dikepalai oleh Kepala Hadat yang bergelar Bumi Lumah Rasa NaE dibantu oleh Bumi Lumah Bolo. Majelis Hadat ini beranggotakan 12 orang dan merupakan wakil rakyat yang menggantikan hak Ncuhi untuk mengangkat/ melantik atau memberhentikan Sultan.
3. Majelis Agama dikepalai oleh seorang Qadhi ( Imam Kerajaan ) yang beranggotakan 4 orang Khotib Pusat yang dibantu oleh 17 orang Lebe Na’E.
 
;